"Siapa berani memaksa diri, untuk bisa dan berusaha. Mustahil takkan berhasil " (KH. Ma’sum Yusuf)
Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un. Al-baqaau lillah. Tidak ada yang abadi di dunia ini. Hati ini tersentak kaget saat mendengar berita lelayu, KH. Ma’sum Yusuf, Pimpinan Pondok Modern Ar-Risalah, Slahung, Ponorogo telah berpulang ke rahmatullah.
K.H. Ma’sum Yusuf adalah sosok teladan kesederhanaan. Bahkan hingga wafatnya, rumah beliau adalah satu ruangan di pondok yang disekat menjadi rumah. Setiap hari, ke mana-mana menggunakan sepeda onthel nya. Masjid di belakang adalah perwujudan cita-cita beliau. "Saya tidak akan membangun rumah buat saya sebelum masjid ini jadi", begitu tekad beliau.
Masjid Pesantren Ar-Risalah menurut saya adalah satu bangunan ikonik yang unik. Jika di berbagai tempat lain, kebanyakan bangunan masjid berbentuk segi empat, maka di Pondok Modern Ar-Risalah bangunan masjidnya berbentuk melingkar. Bangunan ibadah yang besar ini terlihat megah dan anggun. Saat kita masuk dan shalat di dalamnya, terasa sejuk, teduh, dan berbeda. Kemegahannya menggetarkan jiwa, menambah kekhusyuan, menunjukkan kekerdilan kita di hadapan Yang Maha Kuasa.
Pondok Modern ar-Risalah dirintis oleh Drs. KH. Muhammad Ma’shum Yusuf Bin Taslim pada tahun 1982 dari nol setelah tamat KMI Pondok Modern Darussalam Gontor dan IPD (Institus Pendidikan Darussalam) Pondok Modern Gontor dan membantu mengajar di pondok selama 20 tahun. Pondok ini diresmikan oleh Guru Beliau, KH. Imam Zarkasyi (Pendiri Pondok Modern Darussalam Gontor) pada 26 Februari 1985 dengan nama Madinatu al-Thullab kemudian berkembang menjadi Pondok Modern ar-Risalah.
Saya mengenal Kiai Ma’shum sebagai kiai yang sangat sederhana, teguh, kreatif dan pintar. Jarak Pondok Modern Gontor dengan Pondok Modern Ar-Risalah sekitar 7 km. Dengan jarak sejauh itu, Kiai Ma’shum lebih senang menggunakan sepeda ontelnya untuk mengajar. Bukan karena tidak bisa membeli motor atau mobil, tetapi hal itu terlahir dari jiwa kesederhanaan yang beliau miliki.
Kiai Ma’shum adalah santri yang langsung bisa diterima di kelas VI di Pondok Modern Gontor. Sebelumnya, mulai dari kelas I hingga kelas V beliau nyantri di Pondok Pesantren Wali Songo, Ngabar. Tamat kelas V beliau mendaftar di Pondok Modern Gontor, dan luar biasanya beliau bisa langsung diterima di kelas VI, setelah melalui tes dari penempatan kelas pada saat ujian masuk. Seingat saya, yang bisa langsung lulus kelas VI adalah juga KH. Fauzi Tidjani, putra almarhum KH. Tidjani Jauhari, pimpinan Pondok Modern Al-Amien Prenduan, Madura.
Lulus KMI Gontor, beliau mengabdi sebagai guru di Pondok Modern Gontor sekaligus melanjutkan studi di Institut Pendidikan Darussalam (IPD), perguruan tinggi milik Gontor hingga selesai.
Satu hal yang saya salut dari Kiai Ma’shum adalah kemampuan berbahasa Inggris yang sangat bagus. Di Gontor juga beliau mengajar Grammar untuk kelas-kelas akhir. Jika mayoritas guru-guru di Gontor lebih banyak berbahasa Arab, maka Kiai Ma’shum lebih banyak berbicara dan berkomunikasi dengan bahasa Inggris.
Kiai Ma’shum merintis pesantren dengan menggerakkan masyarakat melalui kegiatan kepanduan (pramuka) yang memang ditekuninya. Maka, berbagai kegiatan inovatif itupun menarik masyarakat yang lambat laun akhirnya berkembang menjadi sebuah lembaga pendidikan. Maka di desa Slahung, sebuah desa kecil di wilayah Kabupaten Ponorogo, berdirilah lembaga pendidikan pesantren yang berkembang sangat pesat.
Kesederhanaan yang menimbulkan kekuatan. Setiap hari, beliau berkeliling pondok, mengenakan jas, menggunakan sepeda onthel, mengawasi pondok. Beliau terjun langsung mengawasi para pekerja bangunan. Sebuah teladan kesederhanaan yang luar biasa.
Terakhir saya bersilaturahim dengan beliau tahun lalu, Februari 2019, saat mengisi Seminar Motivasi Man Jadda Wajada bagi para santri dan santriwati Pondok Modern Ar-Risalah. Kesederhanaan yang menjadi kekuatan. Terlihat dari para santri dan santriwatinya yang saat itu berjumlah sekitar 700an orang. Mereka pekerja keras, pejuang, dan pembelajar sejati.
Dalam beberapa tahun terakhir, beliau memang beberapa kali sakit karena diabetes. Untuk menjaga kadar glukosa, beliau sudah berpuasa makan nasi, dan buah yang dimakannya juga hanya alpukat.
Dalam kondisi kesehatan yang tidak lagi prima, Kiai Ma’shum masih menunjukkan semangat juang yang luar biasa. Beliau membimbing generasi penerus dari para kader Pondok Modern Ar-Risalah yang sudah mulai terlibat sepenuhnya dalam pengelolaan pesantren.
Allahummaghfirlahu warhamhu wa’aafihi wa’fu ‘anhu. Allahumma laa tahrimna ajrahu wa laa taftinna ba’dahu.
Semoga diampuni segala dosa, diterima semua amal baik. Husnul khatimah. Al-Faatihah.
Bekasi, 19 Juli 2020
AKBAR ZAINUDIN
Penulis Buku Man Jadda Wajada
Comments
Post a Comment